"Sore: Istri dari Masa Depan" dalam Bahasa Korea: Lebih dari Sekadar Film
Film terbaru karya sutradara Yandy Laurens, “Sore: Istri dari Masa Depan,” hadir dengan judul yang sederhana namun mampu merangkum inti ceritanya. Sebagai seorang pembelajar bahasa Korea, saya langsung penasaran bagaimana judul film drama ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, mengingat keunikan struktur kedua bahasa.
Film produksi Cerita Films ini mengisahkan Sore (diperankan Sheila Dara Aisha), seorang perempuan yang datang dari masa depan untuk mengubah kebiasaan dan gaya hidup pasangannya, Jonathan (Dion Wiyoko), sebelum segalanya terlambat. Untuk menjaga pengalaman menonton bagi yang belum menyaksikan, detail cerita lebih lanjut tidak akan dibahas.

Menjelajahi Perbedaan Linguistik: Bahasa Indonesia vs. Bahasa Korea
Judul film "Sore: Istri dari Masa Depan" secara menarik membuka pintu untuk memahami perbedaan struktural antara bahasa Indonesia dan bahasa Korea. Dalam bahasa Indonesia, susunan kalimat umumnya mengikuti pola Subjek-Keterangan, seperti pada frasa "Istri (yang datang) dari Masa Depan", di mana subjek "Istri" mendahului keterangannya.
Namun, dalam bahasa Korea, urutannya terbalik: keterangan mendahului subjek. Jadi, untuk menyampaikan makna yang sama, kata keterangan akan disebutkan terlebih dahulu, dan subjek berada di posisi paling belakang dalam kalimat. Oleh karena itu, “Sore: Istri dari Masa Depan” jika diterjemahkan ke bahasa Korea akan menjadi:
“소레: 미래에서 온 아내 – So-re: mi-rae-e-seo on a-nae”
Jika diterjemahkan secara harfiah, ini akan terdengar "masa depan dari datang istri," yang mungkin terdengar janggal bagi penutur bahasa Indonesia.
Implikasi Struktur Kalimat dalam Percakapan
Perbedaan struktur kalimat ini memiliki implikasi signifikan dalam cara percakapan berlangsung. Saat mendengarkan seseorang berbicara dalam bahasa Korea, seringkali kita harus menunggu hingga akhir kalimat untuk memahami maksud pembicara secara sempurna. Hal ini turut memengaruhi kebiasaan orang Korea yang sering berbicara dengan cepat, sejalan dengan budaya “빨리 빨리 – ppali-ppali” (cepat-cepat) yang mereka anut.
Selain itu, dalam kalimat pernyataan aktif, perbedaan pola juga terlihat. Jika bahasa Indonesia menggunakan pola Subjek-Predikat-Objek (SPO), bahasa Korea menggunakan pola Subjek-Objek-Predikat (SOP). Sebagai contoh:
-
Bahasa Indonesia: Saya mengambil (memotret) foto.
-
Bahasa Korea: 저는 사진을 찍어요 – jeo-neun sa-jin-eul jji-go-yo (secara harfiah: Saya foto memotret).
Meskipun terjemahan langsung mungkin masih bisa dipahami, terasa ada keganjilan yang menunjukkan bagaimana bahasa membentuk cara kita berpikir tentang informasi.
Bahasa: Lebih dari Sekadar Alat Komunikasi
Dari contoh sederhana perbedaan pola kalimat antara bahasa Indonesia dan Korea ini, terlihat jelas bahwa bahasa bukan hanya sekadar alat komunikasi. Bahasa berperan besar dalam membentuk cara para penuturnya melihat dunia dan memproses informasi. Andai suatu saat film "Sore: Istri dari Masa Depan" diadaptasi ke versi Korea, judul dengan struktur bahasa Korea pun akan tetap menarik dan relevan dengan intinya.
Seperti tujuan mulia Sore yang datang dari masa depan untuk mengubah gaya hidup Jonathan menjadi lebih baik, semua bahasa pada dasarnya memiliki tujuan mulia: menjadi alat komunikasi yang mampu menghubungkan penuturnya secara emosional. Bahasa memiliki kekuatan luar biasa untuk mencapai kepala sekaligus hati.
"Jika Anda berbicara ke seseorang dalam bahasa yang bisa ia mengerti, itu akan sampai ke kepalanya. Namun jika Anda berbicara ke seseorang dalam bahasa ibunya, itu akan sampai ke hatinya."
— Nelson Mandela